Dr. Drs. NURUL HUDA, S.H., M.H.
Hakim Yustisial, Badan Penelitian Dan Pengembangan Dan Pendidikan Dan Pelatihan Hukum Dan Peradilan
Pembina Utama Madya (IV/d)
196307121992031005
Tanjung Jabung Barat, 12 Juli 1963
RIWAYAT PENDIDIKAN
| LEMBAGA PENDIDIKAN | Jenjang | Tahun |
|---|---|---|
|
SDN Jambi |
SD | 1977 |
|
MTsN Kuala Tungkal |
SLTP/SEDERAJAT | 1981 |
|
MAN Kuala Tungkal |
SLTA/SEDERAJAT | 1983 |
|
IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi |
D-III | 1988 |
|
IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi |
S-1 - SAI | 1989 |
|
Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Pertiba Pangkalpinang |
S-1 - PERDATA | 1998 |
|
Univ. Islam Jakarta |
S-2 - BISNIS | 2008 |
|
Univ. Jayabaya |
S-3 - ILMU HUKUM | 2018 |
RIWAYAT PEKERJAAN
| Jabatan | Unit Kerja | Tahun |
|---|---|---|
|
CPNS |
PENGADILAN AGAMA PANGKALPINANG |
1992 |
|
PNS - III/a |
PENGADILAN AGAMA PANGKALPINANG |
1993 |
|
HAKIM TINGKAT PERTAMA |
PENGADILAN AGAMA PANGKALPINANG |
1995 |
|
HAKIM YUSTISIAL |
KAMAR AGAMA KEPANITERAAN MA-RI |
2005 |
|
PANITERA MUDA KAMAR / ASKOR |
KAMAR AGAMA KEPANITERAAN MA-RI |
2014 |
|
HAKIM TINGGI TINGKAT BANDING |
PENGADILAN TINGGI AGAMA JAMBI | 29-07-2020 |
|
HAKIM YUSTISIAL |
PUSLITBANG KUMDIL - BLDK KUMDIL MA-RI | 14-10-2022 |
Dr. M. Ikbar Andi Endang, S.H., M.H
Hakim Yustisial Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Peradilan
Badan Litbang Diklat Kumdil MA RI
Makassar, 11 Agustus 1980
RIWAYAT PENDIDIKAN
|
Nama Lembaga |
Jenjang |
Tahun |
|
Universitas Brawijaya |
S3 |
2022 |
|
Universitas Brawijaya |
S2 |
2016 |
|
Universitas Brawijaya |
S1 |
2005 |
|
SMUN 9 SURABAYA |
SMA |
1999 |
|
SMPN 6 SURABAYA |
SMP |
1996 |
|
SDN PERAK BARAT IV NO.4 SURABAYA |
SD |
1993 |
RIWAYAT PEKERJAAN
|
Jabatan |
Unit Kerja |
Tahun |
|
Hakim Yustisial |
Pusat Penelitian Dan Pengembangan Hukum Dan Peradilan |
2022 |
|
Hakim Tingkat Pertama |
Pengadilan Tata Usaha Semarang |
2021 |
|
Hakim Tingkat Pertama |
Pengadilan Tata Usaha Serang |
2016 |
|
Hakim Tingkat Pertama |
Pengadilan Tata Usaha Jambi |
2013 |
|
Hakim Tingkat Pertama |
Pengadilan Tata Usaha Mataram |
2010 |
|
Calon Hakim |
Pengadilan Tata Usaha Mataram |
2008 |
|
CPNS |
Pengadilan Tata Usaha Mataram |
2007 |
Laporan Kinerja adalah merupakan bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan fungsi yang dipercayakan kepada setiap instansi atas penggunaan anggaran, yang menitikberatkan kepada pengukuran kinerja dan evaluasi serta pengungkapan (disclosure) secara memadai hasil analisis terhadap pengukuran kinerja. Selain itu, LKjIP juga mempunyai fungsi ganda, disatu sisi merupakan alat kendali, alat penilai kinerja secara kuantitatif, dan sebagai wujud akuntabilitas pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Litbang Diklat Kumdil dalam rangka mendukung terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. kebijakan yang transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Di sisi lain, LKjIP merupakan salah satu alat untuk memacu peningkatan kinerja setiap unit kerja yang ada di lingkungan Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung. Berkaitan dengan hal tersebut, penyusunan LKjIP ini dimaksudkan untuk memberikan informasi kinerja yang terukur kepada Sekretaris Mahkamah Agung atas kinerja yang dicapai oleh Badan Litbang Diklat Kumdil di tahun 2020.
Pada dasarnya, lahirnya undang-undang yang memfasilitasi kerja sama saksi pelaku (justice collaborator) dengan penegak hukum diperkenalkan pertama kali di Amerika Serikat sejak tahun 1970-an. Fasilitasi tersebut tak lain untuk menghadapi para mafia, yang sejak lama telah menerapkan omerta (sumpah tutup mulut sekaligus merupakan hukum tertua dalam dunia Mafioso Sisilia). Untuk kejahatan terorisme, penggunaan justice collaborator dipraktikkan di Italia (1979), Portugal (1980), Irlandia Utara, Spanyol (1981), Prancis (1986) dan Jerman (1989) sedangkan untuk kejahatan narkoba diterapkan di Yunani (1970), Perancis, Luxemburg dan Jerman. Kemudian dalam negara-negara tersebut terminologis justice collaborator dipergunakan berbeda seperti “supergrasses” (Irlandia), “pentiti” atau “pentito” (Italia) yang berarti “mereka telah bertobat” atau disebut “callaboratore della giustizia "
Pada dasarnya perlindungan terhadap Korban di Indonesia secara komprehensif menurut Heru Susetyo, bisa dibilang masih jauh panggang daripada api. Penegakan hukum selama ini cenderung lebih memperhatikan Pelaku atau Tersangka Pelaku kejahatan ataupun Terdakwa dan Terpidana daripada Korban. Perhatian terhadap Saksi juga cenderung lebih banyak daripada kepada Korban. Apalagi Saksi tersebut pada saat bersamaan adalah juga Tersangka atau Terdakwa yang amat diperlukan keterangannya untuk persidangan. Akan halnya Korban yang semata-mata adalah Korban dan bukan sekaligus Pelaku ataupun Saksi, perhatian terhadap mereka masih amat minimal. Korban masih belum mendapatkan pelayanan dan pensikapan yang optimal dari penegak hukum, demikian juga dari pemerintah, apalagi dari masyarakat pada umumnya. Seringkali malah yang terjadi adalah reviktimisasi atau double viktimization. Dimana Korban kejahatan setelah terviktimisasi kemudian menjadi Korban (re-viktimized) lagi akibat pensikapan aparat hukum yang kurang tepat. Alih-alih Korban diperhatikan, sebaliknya Korban malah menjadi Korban kesewenang-wenangan aparat hukum ataupun masyarakat.2 Dengan demikian eksistensi Korban dalam sistem peradilan pidana semakin terdistorsi hak-hak asasinya dihadapan realitas hukum dan keadilan. Sungguh ironis sebuah tatanan sistem peradilan pidana yang diharapkan dapat menyelesaikan konflik hukum secara adil di masyarakat justru memperdaya pengorbanan Korban yang telah membantu proses penegakan hukum pidana. Tentu hal ini tidak dapat dibiarkan begitu saja, haruslah ada terobosan hukum yang progresif dan responsif dalam memperbaiki tatanan sistem peradilan pidana sehingga dapat memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap Korban secara maksimal